PARADIGMA VERSI PENGKADERAN
PMII
Oleh : Atho’ At - tubany
Paradigma merupakan sesuatu yang vital
bagi pergerakan organisasi. Karena paradigma merupakan titik pijak dalam
membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan
termanifestasikan dalam sikap dan prilaku social. Disamping itu, dengan
paradigma ini pula sebuah organisasi akan menentukan dan memilih nilai-nilai
yang universal, abstrak menjadi khusus dan praksis operasional yang akhirnya
menjadi karakteristik sebuah organisasi dan gaya berpikir seseorang.
Proses pengkaderan baik formal maupun
non formal memiliki kontribusi penting dalam melegitimasi dan melanggengkan
system dan struktur social yang ada. Namun, pengkaderan juga merupakan medan
perjuangan dan bagian dari proses untuk menggerakkan perubahan social menuju
kontruksi social yang adil. Apakah pengkaderan akan mengabdi pada tatanan yang
menindas ataukah justru menjadi medan perjuangan, sangat bergantung pada
paradigma pengkaderan yang menjadi kerangka kerjanya. Karena itu dibutuhkan
pemahaman mengenai berbagai paradigma baik yang melegimitasi system maupun yang
memiliki fungsi liberisasi, serta implikasinya dalam praksis pengkaderan.
Giroux dan Aronowiz sebagaimana dikutip
oleh Mansur Fakih (2001) mengelompokkan ideologi-ideologi pengkaderan ke dalam
tiga aliran besar: konservatif, liberal, dan kritis. Secara garis besar
perbincangan tentang tiga aliran adalah sebagai berikut :
1. Paradigma
Konservatif
Bagi kaum konservatif, terjadinya
ketidaksederajatan dalam masyarakat merupakan suatu hal yang alamiah, suatu hal
yang mustahil, bisa dihindari, serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau
bahkan takdir tuhan. Perubahan social bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus
diperjuangkan, bahkan perubahan justru akan membuat manusia lebih sengsara
lagi. Dalam bentuknya yang klasik, paradigma konservatif dibangun berdasarkan
keyakinan bahwa masyarakat tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi
perubahan social, hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya
dia yang tahu makna dibalik itu semua. Dengan pandangan seperti itu, kaum
konservatif klasik tidak menganggap rakyat memiliki kekuasaan atau kekuasaan
untuk merubah kondisi mereka.
Namun dalam perkembangannya, paradigma
konservatif cenderung menyalahkan subyek. Bagi kaum konservatif, mereka yang
menderita, yakni orang-orang yang miskin, buta huruf, kaum tertindas, dan
mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri. Karena,
dalam kenyataannya, banyak orang lain bekerja keras dan berhasil meraih
sesuatu. Banyak orang yang bersekolah dan belajar atau kursus, dan karenanya
dapat hidup dengan layak, dan tidak menjadi kriminal.
Karena kenyataan tersebut, kaum
konservatif menyerukan kepada kaum miskin agar sabar dan belajar untuk
berperilaku baik, sambil menunggu giliran mereka datang, karena pada akhirnya
kelak semua orang akan mencapai kebebasan dan kebahagiaan. Kaum konservatif
sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dan menghindarkan dari
konflik dan kontradiksi social.
2. Paradigma
Liberal
Kaum liberal berangkat dari keyakinan
bahwa memang ada masalah di masyarakat. Namun bagi mereka, pengkaderan tidak
memiliki kaitan apapun dengan persoalan social, politik dan ekonomi yang
terjadi di masyarakat. Dengan asumsi seperti itu, maka tugas pengkaderan pun
tidak memiliki keterkaitan dengan persoalan sosial masyarakat.
Namun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pengkaderan dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi di luar dunia pengkaderan. Usaha penyesuaian ini dilakukan dengan cara memecah berbagai problem pengkaderan dengan usaha reformasi kosmetik, karikatural. Karena kosmetik, maka umumnya yang dilakukan adalah usaha-usaha seperti pentingnya membangun kelas baru dan fasilitas baru, modernisasi peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih, laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio guru-murid. Selain itu juga didorong inventasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif seperti kelonpok dinamik (dynamic group), Berbagai usaha itu pada dasarnya masih terisolir dari sitem dan struktur ketidakadilan social, dari dominasi budaya dan represi social yang ada dalam masyarakat.
Kaum liberal dan konservatif sama-sama berpendirian bahwa pengkaderan asosial dan excellence merupakan target utama pengkaderan. Kaum liberal berpendapat bahwa persoalan pengkaderan dan persoalan sosial merupakan dua persoalan yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pengkaderan dalam struktur sosial dan dominasi politik serta budaya dan deskriminasi gender dalam masyarakat. Bahkan pengkaderan, bagi salah satu aliran liberal, yakni fungsional structural personian, justru dirancang untuk menstabilkan norma dan nilai dlam masyarakat. Pengkaderan justru dimaksudkan sebagai media sosialisasi dan reproduksi nilai tata susila keykinan dan nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
Namun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pengkaderan dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi di luar dunia pengkaderan. Usaha penyesuaian ini dilakukan dengan cara memecah berbagai problem pengkaderan dengan usaha reformasi kosmetik, karikatural. Karena kosmetik, maka umumnya yang dilakukan adalah usaha-usaha seperti pentingnya membangun kelas baru dan fasilitas baru, modernisasi peralatan sekolah dengan pengadaan komputer yang lebih canggih, laboratorium, serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio guru-murid. Selain itu juga didorong inventasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif seperti kelonpok dinamik (dynamic group), Berbagai usaha itu pada dasarnya masih terisolir dari sitem dan struktur ketidakadilan social, dari dominasi budaya dan represi social yang ada dalam masyarakat.
Kaum liberal dan konservatif sama-sama berpendirian bahwa pengkaderan asosial dan excellence merupakan target utama pengkaderan. Kaum liberal berpendapat bahwa persoalan pengkaderan dan persoalan sosial merupakan dua persoalan yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pengkaderan dalam struktur sosial dan dominasi politik serta budaya dan deskriminasi gender dalam masyarakat. Bahkan pengkaderan, bagi salah satu aliran liberal, yakni fungsional structural personian, justru dirancang untuk menstabilkan norma dan nilai dlam masyarakat. Pengkaderan justru dimaksudkan sebagai media sosialisasi dan reproduksi nilai tata susila keykinan dan nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang kini
mendominasi hampir seluruh pemikiran pengkaderan modern baik formal maupun
informal. Jika dilacak dalam sejarah pemikiran, akar filosofi dari aliran ini
adalah liberalisme. Yaitu suatu pandangan yang menekankan pengemnbangan
kemampuan, melindungi hak dan kebebasan, serta mengindefikasi problem dan upaya
perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang.
Konsep pengkaderan liberal berakar dari cita-cita barat tentang individualisme.
Gagasan liberalisme dalam sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas
menengah yang diuntungkan oleh kapitalisme. Pengaruh liberalisme dalam
pengkaderan dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya. Komponen
pertama adalah pengauh filsafat barat tentang model manusia universal, yakni
model manusia Amerika dan Eropa. Ideal-type dari manusia tersebut adalah
rationalis liberal, yang ditandai oleh : Pertama, bahwa semua manusia memiliki
potensi sama dalam intelektual, kedua baik tataran alam maupun norma social
dapat ditangkap oleh akal . ketiga, individualisti, yakni anggapan bahwa
manusia adalah atomistic dan otonom (Bay, 1988). Menempatkan individu secara
atomistic, membawa pada keyakinan bahwa hubungan social sebagai suatu
kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya
tidak stabil.
3. Paradigma
kritis/Radikal
Pengkaderan dalam paradigma kritis
dimaknai sebagai bagian dari medan perjuangan. Bila bagi kaum konservatif,
pengkaderan mengabdi pada statusquo, kaum liberal untuk perubahan moderat, maka
bagi paradigma kritis dirancang perubahan moderat, maka bagi paradigma kritis
dirancang untuk melakukan perubahan fundamental dan transformasional bagi
konstruksi social masyarakat. Bagi mereka,konstruksi social merefleksikan dalam
dunia pengkaderan. Ini yang membedakan dengan liberal dan konservatif.
Dalam perspektif kritis, urusan
pengkaderan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap the dominant ideology,
menuju transformasi social. Tugas pengkaderan adalah membangun kesadaran kritis
dan menciptakan ruang kritis terhadap struktur dan system ketidakadilan,
mentransformasikan konstruksi social menuju tatanan berkeadilan. Pengkaderan
tidak mungkin bersikap netral, tidak berpihak, obyektif maupun berjarak dengan
masyarakat. Dalam paradigma ini, pengkaderan harus mampu menciptakan ruang
untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi
social. Dengan kata lain, tugas utama pengkaderan adalah “memanusiakan kembali
manusia yang mengalami dehumanisasi karena system dan struktur yang tidak adil.
Dengan demikian, kader PMII dituntut memiliki paradigma kritis dalam
menganalisa segala sesuatu yang lebih khususnya pada kebijakan – kebijakan yang
tidak memihak kepada rakyat. Sehingga dengan ini kader PMII akan sesuai dengan
cita – citanya :
1. Membentuk pribadi muslim islam yang bertakwa kepada
allah SWT.
2. Berbudi luhur
3. Berilmu
4. Cakap
5. Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan
komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar