Jumat, 25 November 2011

STRATEGI DAN TAKTIK (STRATAK) GERAKAN PMII

STRATEGI DAN TAKTIK (STRATAK) GERAKAN PMII

Hal yang paling dasar dalam PMII adalah pembekalan dirinya dengan kapasitas intelektual yang memadai. Karena tanpa dasar konsepsional yang jelas, gerakan PMII juga tidak akan menemukan kejelasan pada wilayah strategi dan taktik gerakannya. Apalagi, asumsi dasar pergerakan adalah berawal dari konteks yang bernama pendidikan. Muh. Hanif Dakhiri dan Zaini Rahman (2000), mengutip Ben Agger (1992), mengatakan bahwa titik berangkat paling strategis bagi PMII adalah mentransformasikan kehidupan intelektual sebagai invesntasi soial, politik dan kebudayaan.
Dalam kontkes inilah, semangat liberasi (pembebasan) dan independensi (kemandirian) yang pernah lahir dalam sejarah pemikiran PMII menjadi sebuah rujukan yang cukup signifikan. Wilayah pembebasan dari konteks penindasan, baik dari represifitas otoritas politik (negara-militer-partai), maupun otoritas soial (agama, pendidik,) dan ekonomi (pasar). Dengan filosofi liberasi akan terjadi proses perjuangan melampaui segala beban berat kehidupan demi melanjutkan amanat kemanusiaan, sesuai dengan mandat yang diperoleh dari Nilai Dasar Pergerakan (NDP).
Sejalan dengan semangat liberasi dan independensi di atas itulah, PMII juga harus berperan menciptakan ruang bagi publik (public sphere) yang kondusif untuk mengembangkan kehidupan. Di titik inilah, Free Market of Ideas (FMI) menjadi signifikan untuk diciptakan pada ruang-ruang kemasyarakatan, kenegaraan dan keilmuan. Karena perlawanan terhadap hegemoni negara, idiologi, pasar dan agama harus dihadapi dengan membuka sekian pintu kesadaran yang sengaja dikunci demi kepentingan kekuasaan.
Pada perbincangan tadi, kita sebenarnya sedang bergulat dengan dasar dan semangat pergerakan untuk perlawanan. Dasar pergerakan ini akan menjadi lebih tajam, sebagai sebuah kerangka jawaban bagi persoalan kemasyarakatan apabila kita jeli dalam melihat persoalan yang mengemuka, baik pada level pembacaan situasi global (sit-glob), situasi nasional (sit-nas) maupun situsasi lokal (sit-lok). Maka perbincangan kita akan kita dekatkan dengan pembacaan atas “struktur penindasan” dan “situasi kemasyarakatan” yang ada di dalamnya, yang akhirnya nanti bisa kita jadikan landasan untuk membuat “situasi perlawanan”.
Pembacaaan atas Situasi Penindasan dan Situasi Kemasyarakatan.
Arus utama dalam pembacaan atas situasi penindasan tidak akan bisa dilepaskan dari sebuah era yang dikenal dengan era “globalisasi”. Karena di era inilah, sekarang kita hidup dan menghadapinya dengan segala ketidakpastian. Ilmuwan yang mengkaitakan globalisasi dengan situasi penindasan adalah Deepak Nyyar (1998) yang mengatakan bahwa fase globalisasi dibagi menjadi dua, Pertama, fase imperialisme Inggris yang terjadi pada range 1870 – 1913 yang memakai payung idiologi kapitalisme klasik dengan doktrin yang terkenal dari Adam Smith “leizzis faire” (pasar yang sebebas-bebasnya, tanpa campur tangan negara). Kemudian fase kedua, adalah dekade 70-80an ketika roda perekonomian bergerak ke Amerika Serikat yang mendorongkan semangat yang hampir sama dengan fase sebelumnya di bawah idiologi neo-liberalisme. Mengamini pendapat di atas, James Petras (2001) mengatakan bahwa di dalam globalisasi yang menjadi slogan Barat, sesungguhnya terdapat semangat dan kepentingan imperialisme dengan agenda penguasaan dalam arti yang sangat luas, baik dalam arti material (SDA) maupun mental (SDM) atas dunia ketiga.
Dengan berpijak pada tiga doktrin, yakni Librealisasi (kebebasan dalam arti ekonomik), deregulasi (tidak ada peraturan negara yang mengatur arus lintas barang/jasa dan tidak ada subsidi bagi rakyat) dan privatisasi (BUMN harus dijual pada swasta/pemodal), neoliberaslisme berjalan melewati setiap negara yang sudah tidak berdaya karena lilitan hutang Luar Negri (HLN) . Dengan tekanan HLN, inilah para negara donor-kapitalis (Uni Eropa, USA dan Jepang) membuat peraturan-peraturan yang dipaksakan bagi negara dunia ketiga untuk meliberalisasi kehidupan ekonominya. Lembaga seperti International MOnetary Fund (IMF), Paris Club, CGI dan WTO menjadi sangat efektif dalam melakukan kerja-kerja imperialisme dengan baju globalisasi. Setelah penghambat (peraturan Bea dan Cukai dll) bagi perdagangan bebas sudah bisa dikendalikan, perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki negara kapitalis yang sering disebut dengan Trans-National Corporation (TNC) dan Multi-National Corporation (MNC) mulai menancapkan kukunya di negri pertiwi. Pada saat inilah, budaya lokal dan aset kekayaan alam lainnya akan disedot habis oleh para investor asing, dan akhirnya kita jadi terasing di negri sendiri. Dan yang lebih parah, kita menjadi budak di negri sendiri dengan upah yang sangat rendah.
Dalam relasi penindasan yang demikian, masyarakat kita sebagian besar tersituasikan pada posisi yang semakin hari semakin memprihatinkan. Petani tidak bisa menjuual gabah dan padinya dengan harga yang tinggi karena kalah bersaing dengan padi dari luar. Hal yang sama kita jumpai pada komoditas gula, buah-buahan dan barang keseharian lainnya. Dalam kondisi itu negara sudah tidak berdaya lagi karena tekanan dari Lembaga Donor untuk tidak memberikan subsidi pada rakyat. Kenaikan BBM, Listrik dan telephon adalah imbas dari pemotongan subsidi demi pembayaran hutang. Demikian juga kenaikan biaya pendidikan juga bisa dilihat dari perspektif ini. UU no 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS adalah gambaran dari gelagat negara yang ingin melepas tanggungjawabnya atas subsidi pendidikan, sehingga membuka peluang terjadinya komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan. Persoalan bertambah runyam ketika fondasi perekonomian kita semakin lemah dan berimbas pada sektor tenaga kerja yang semakin kehilanga lapangan pekerjaan
Dalam konteks semakin cepatnya laju dan arus globalisasi, kita malah secara politik masih sibuk dengan pertarungan kepentingan kelompok-kelompk elit yang sebagin besar tidak memihak rakyat. Pertarungan elit, baik di level eksekutif, Legislatif maupun partai yang kadang di antaranya melibatkan kekuatan militer, akhirnya berimbas pada kehidupan sosial politik masyarakat yang terpecah belah. Separatisme, konflik berbasis SARA adalah beberapa contoh yang bisa disebutkan, sebagai imbas dari amburadulnya budaya politik di level negara. Di sisi budaya kita sedang digiring untuk menjadi orang yang tercerabut dari akar sejarah dan budayanya. Kita semakin bangga kalau kita semakin Barat dan bisa meniru mereka pada sisi kehidupan yang sekecil-kecilnya. Kita tidak sadar sedang didorong untuk menjadi orang konsumeris untuk menjadi pelanggan dari pasar yang dibuka oleh orang barat. Watak ini dalam sejarah bangsa kita sering diosebut dengan watak inlander. (Gus Iim ; 2001).
Dampak lain dari globalisai, adalah semakin mengentalnya paham-paham keagamaan yang akhirnya mealhirkan gerakan-gerakan fundamentalisme agama. Islam adalah agama yang sering menjadi sorotan dalam kaitannya dengan fenomena ini, terutama dengan kerja-kerja terorisme yang semakin hari semakin merebak. Peristiwa 11 September (black tuesday), Bom Bali, Bom J.W Marriot semakin meyakinkan asumsi bahwa fundamentalisme agama sebagai sebuah resistensi terhadap globalisasi yang sangat West-biased (bias Barat); atau bisa dikatakan fundemantalisme pasar sedang berhadapan dengan fundamentalisme keagamaan (Islam). Walaupun gerakan fundamentalisme Islam melawan kekuatan kapitalisme Barat, akan tetapi dalam konteks nalar sosial-keagamaannya, pemahaman tekstual (skripturalistik) terhadap ajaran dan doktrin agama sangatlah kental. Ruang-ruang ekspresi kontekstual menjadi semakin sempit, dan ajaran ahirnya dipahami sebagai sesuatu yang sangat kaku dan baku, karena pluralitas tidak menjadi bagian dalam kesadaran tafsir mereka. Sehingga gerakan fundamentalis ISlam cenderung gampang mengkafirkan dan menggunakan kekerasan terhadap orang yang tidak satu pendapat dengannya dan menggolongkannya sbagai “the other”.
Dari sekian pembacaan atas situasi penindasan dan situasi kemasyarakatan di atas, kita mencoba membuat sebuah pola umum untuk memudahkan membuat sebuah strategi perlawanan dan situasi-situasi apa saja yang harus dibuat. Untuk ini, perlu melihat tulisan Eman Hermawan (2001) yang membagi masyarakat dalam 3 lokus, yaitu : Civil Society (masyarakat sipil : Ormas, LSM, Ger-ma, kelompok2 masyarakat lain), Political Society (Masyarakat POlitik : negara, partai politik) dan Economical Society (masyarakat ekonomi : Pengusaha Pribumi, Investor, Spekulan, MNC/TNC). Dalam kerangka 3 lokus masyarakat inilah strategi dan taktik gerakan PMII akan dijelaskan dengan tetap memakai kerangka liberasi dan independensi, dengan mendorongkan Free Market of Ideas (FMI) dan menggunakan paradigma yang kritis dan transformatif.
LOKUS MASYARAKAT
STRATEGI GERAKAN
Civil Society
Konteks Kesadaran
¯ Kritis – transformatif
¯ Pluralisme dan berwawasan kebangsaan
¯ Sadar akan bahaya budaya konsumerisme
¯ Kearifan lokalitas dan tradisi
¯ Mengikis budaya patrairkhi yang menyebabkan ketimpangan gender
Konteks Gerakan
¯ Membuat kantong-kantong kritis dengan diskusi kerakyatan
¯ Live In dalam kerangka advokasi dan pendampingan
¯ Membuat ruang-ruang perekonomian rakyat
¯ Memperkuat bargaining politik terhadap masy. politik
¯ Kesenian dan budaya sebagai perlawanan
¯ Aksi massa dalam rangka injeksi kesadaran massa rakyat dan mendesakkan perubahan kebijakan publik
Masyarakat Politik
Negara
¯ Penguatan posisi negara terhadap tekanan pasar dan negara kapitalis dengan regulasi
¯ penegakan supremasi hukum dan pemberantasan KKN
¯ Kemampuan negara untuk mengolah ruang publik menjadi lebih terbuka dan transparan
¯ Penguatan sektor ekonomi untuk tenaga kerja
¯ Legislatif yang peka dan aspiratif
Par-pol
¯ Menolak elitisme par-pol
¯ Membuat ruang bargaining politik dengan parpol
¯ Menolak partai yang erselingkuh dengan modal
¯ Menolak penggunaan aset negara untuk kepentinga partai tertentu
Masyarakat Ekonomi
¯ Pengusaha dan pemodal pribumi yang berpihak pada rakyat
¯ Menciptakan pasar yang berkeadilan dengan tetap ada peraturan bersama (governance)/ doktrin ekonomi ke- Indonesian
¯ Membiarkan serikat buruh berdiri sebagai kontrol dan dialektika
Strategi yang masih merupakan pola umum dalam konteks perlawanan, harus diterjemahkan dan dikerucutkan dalam kerja-kerja taktis. Antono Gramsci (1956) membagi 3 wilayah taktik gerakan atau perang (war), yakni : war of position (perang posisi), war of opinion (perang opini) dan war of movement (perang gerakan). ketiga wilayah pergerakan ini menjadi landasan awal untuk membingkai stratak gerakan PMII saat ini.
Konteks pergerakan, minimal dari pelajaran Gramsci di atas, haruslah memenuhi 3 ruang, yaitu ruang penegasan jati diri organ atau posisi sikap sejarah terhadap situasi yang sedang berlangsung, ruang dialektika pwemikiran dan gagasan sebagai dasar rasionalitas atas posisi yang dipilih dan ruang praksis yang menjadi indikator perubahan dengan sebuah dorongan konkret baik di level massa kader, maupun massa rakyat.
Secara jelas derivasi taktik dari masing-masing ruang dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
WAR OF POSITION
WAR OF OPINION
WAR OF MOVEMENT

Nilai Dasar Pergerakan

Aswaja

Paradigma Kritis Transformatif

Liberasi, Independensi dan Empowering

Tradisionalisme Kritis

A. Konteks Gagasan

· Tentang masyarakat
· Tentang pasar
· Tentang Negara
B. Konteks Manajemen Issu
· Basis media
· Basis intelektual kader
· Basis massa (diseminasi gagasan di level masyarakat

A. Kaderisasi

· Formal
· Non-formal: (Kantong-kantong kader : diskusi, jalanan, organisasi, kesenian dll)
· Informal

B. Pengorganisiran

· Level kampus (antropologi kampus)
· Level organ gerakan
· Level basis massa rakyat
C. Desakan ke otoritas
· Kebijakan publik
· Kuasa sosial-ekonomi
· Kuasa agama
Bagaimanapun gerakan harus dipraksiskan. Seandainya basis massa belum diraih, maka tidak ada alasan untuk diam. Aksi massa harus segencar mungkin dilancarkan untuk mendorongkan semangat perubahan, sekaligus menjadi momentum untuk memberi injeksi kesadaran bagi massa rakyat. Yang harus diperhatiakan dalam aksi massa adalah perangkat aksi dan perkap aksi :
Perangkat Aksi/Panitia Aksi :
1. Lunak : Issu dan tujuan dari aksi massa.
2. Keras, meliputi kapanitiaan lapangan :
§ Kordinator Umum (kordum) sebagai penanggungjawb aksi dan pembaca statemen atau pernyataan sikap
§ Kordinator lapangan (korlap) yang mengatur jalannya masa aksi
§ Tim materi yang membuat pernyataan sikap, selebaran dan press release
§ Negosiator untuk melobi aparat, atau segala hal yang ditemui di lapangan
§ Kurir untuk melihat kondisi di depan, belakang dan samping barisan.
§ Keamanan / sekurity : 1. Ring dalam untuk mengatur masa aksi. 2. ring luar untuk menjaga massa dari serangan dari luar
§ Logistik atau konsumsi
§ Tim Evakuasi yang akan menentukan titik evakuasi kalau ada seranga, dan siap dengan kerja evakuasi atau pengamanan
§ Tim advokasi untuk mengantisipasi persoalan sampai tingkat persidangan, dengan menghubungi LBH-LBH terdekat
§ Happening Art
§ Perlatan dan perlengkapan (perkap) aksi
§ Megaphone atau pengeras suara
§ Spanduk
§ Poster
§ Bendera organ
§ Tali Rafia (garis demokrasi/revolusi)
§ Tanda pengenal atau slayer untuk identitas massa aksi
§ Selebaran, pernyataan sikap dan press release
§ Konsumsi
§ Transport dan HP/HT untuk kurir dan keamanan

URGENSI KADERISASI DI PMII

URGENSI KADERISASI DI PMII

Menimbang Argumentasi Perkaderan PMII

(Di kutib dari buku Pendidikan Kritis Transformatif)
Individu-individu yang membentuk komunitas PMII dipersatukan oleh konstruks ideal seorang manusia. Secara idelogis, PMII merumuskannya sebagai ulul albab-citra diri seorang kader PMII. Ulul albabsecara umum didefinisikan sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir) dan ia pun tak pula mengayun dzikir. Dengan sangat jelas citra ulul albab disarikan dalam motto PMII dzikir, pikir dan amal sholeh.
Dalam Al Qur’an secara lengkap kader ulul albab digambarkan sebagai berikut :
1. Al-Baqarah (2): 179
“dan dalam hukum qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai Ulul Albab, supaya kamu bertaqwa.
2. Al-Baqarah (2): 197
“ dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku wahai Ulul Albab.”
3. Al-Baqarah (2); 296
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang mendalam tentang Al-Quran dan Hadits) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dianugerahi al-hikmah itu, maka ia benar-benar dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulul Albab-lah yang dapat mengambil pelajaran.”
4. Ali-Imran (3):190
dialah yang menurunkan al-kitab kepada kamu. Diantra (isi)nya ada ayat-ayat muhkamah itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat, Adapun orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari Tugas Akhir’wilnya, padahal tidak ada orang yang tahu Tugas Akhir’wilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan: “kamu beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.” Dan kami tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan Ulul Albab.”
5. Ali Imran (3): 190
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab.”
6. Al-Maidah (5) 100
“katakanlah : tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka betaqwalah kepada Allah hai Ulul Albab, agar kamu mendapat keuntungan.”
7. Al-ra’d (13): 19
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar-benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran.”
8. Ibrahim (14); 52
“(Al-Quran) ini adalah penjelasan sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan denganya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar Ulul Albab mengambil pelajaran.”
9. Shaad (38): 29
“ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran Ulul Albab.”
10. Shaad (38): 29
“ dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rakhmat dari Kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.”
11. Al-Zumar (39): 9
“(Apakah kamu hai orang-orang musrik yang lebih beruntung)ataukah orang-orang yang beribadat diwaktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhanya? Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya Ulul Albab-lah yang dapat menerima pelajaran.”
12. Al-Zumar: (39): 17-18
“dan orang-orang yang menjauhi taghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah Ulul Albab.”
13. Al-Zumar (39): 21
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air langit dari bumi, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi Ulul Albab.”
14. Al-Mu’min (40): 53-54
“ dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa, dan kami wariskan taurat kepada Bani Israil untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi Bani Ulul Albab.”
15. Al-Talaq (65):10
“ Qallah menyediakan bagi mereka (orang-orang yang mendurhakai perinath Allah dan rasul-Nya) azab yang keras, maka bertaqwalah kepada Allah hai Ulul Albab, yaitu orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.”
Dari elaborasi teks di atas, komunitas ulul-albab dapat dicirikan sebagai berikut : (secara skematik dapat dirumuskan dalam bagan)
a. Berkesadaran histories-primordial atas relasi Tuhan-manusia-alam.
b. Berjiwa optimis-transedental atas kemampuan mengatasi masalah kehidupan/.
c. Berpikir secara dialektis.
d. Bersikap kritis.
e. Bertindak Transformatif
Sikap atau gerakan seperti ini bisa berinspirasi pada suatu pandangan keagamaan yang transformatif. Nah, Ulul Albab adalah orang yang mampu mentransformasikan keyakinan keagamaan atau ketaqwaan dalam pikiran dan tindakan yang membebaskan: , melawan thaghut.
Ulul Albab Adalah Kader Pelopor
Ulul Albab itulah yang dalam bahasa pergerakan disebut dengan kader pelopor (vanguardist). Kepeloporan dalam pengertian apa? Siapakah sebenarnya kader pelopor tersebut?
Asal usul istilah pelopor berasal dalam khasanah politik. Pertama kali diperkenalkan oleh Lenin di Rusia pada sekitar tahun 1980-an. Istilah itu digunakan untuk menyebut suatu partai pelopor (Vanguard party). Artinya, kepeloporan pada mulanya bermakna politik. Dalam penertian lenian ini kepeloporan dimaknai sebagai kepeloporan politik atau propaganda. Partai pelopor
Berkesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-Manusia-alam
Yang utama dari ayat-ayat tentang ulul albab adalah bahwa mereka merupakan manusia yang memiliki kesadaran teologi yang dibangun dari pandangan dunia bahwa : (1) manusia adalah makhluk yang terikat dengan “perjanjian primordial” dengan tuhan dan karenanya manusia selalu hidup dalam bingkai ke-tuhanan; dan (2) bahwa untuk melaksanakan perjanjian tersebut keberagamaan manusia harus mampu mentransformasikan keyakinan dalam bentuk pemikiran atau filsafat hidup untuk mengelola dunia dengan segala persoalannya berdasarkan hukum-hukum sosial dan proses kesejarahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas proses sejarah yang terjadi dan dia tidak bisa mengelak atau melarikan diri dari tanggung jawab itu, Karen apertanggung jawaban dimaksud adalah pertanggung jawaban kepada Tuhan karena ia sudah terikat dalam perjanjian primordial sebagai insane berketuhanan dan sebagai khalifah di bumi.
Berjiwa optimis transedental atas kemampuan pribadi dalam mengatasi semua persoalan kehidupan
Sikap optimis-transedental sejatinya hanya dan selalu lahir dari jiwa orang-orang yang bertaqwa. Dalam al-quran disebutkan bahwa “barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan selalu memberikan kepadanya jalan keluar.” (al-Talaq (65): 2). Ketaqwaan atau juga kesadaran transendental sesungguhnya selalu berkorelasi positif dengan sikap sikap optimis. Artinya pesimisme adalah cermin dari orang-orang yang “bertaqwa”, atau bertaqwa tetapi ia tidak mampu memaknai ketaqwaanya dan tidak bisa mentransformasikan ketaqwaan itu dalam kecakapan pribadi dan kepercayaan diri yang dipupuk dengan prinsip-prinsip hidup utama. Jadi kader ulul albab adalah kader yang bertaqwa (al-Talaq(65) :10; al-Maidah (5):100; al-Baqarah (2) 179, 197). Ini berarti taqwa harus dimaknai sebagai keyakinan yang hidup diatas kesadrab transedental yang darinya akan lahir pribadi yang teguh memegang prinsip dan disertai komitmen yang konsisten untuk membangun suatu orde keadilan. Komitmen itu sendiri lahir dari suatu pandangan teologis yang mapan, bahwa tugas manusia di dunia adalah “mengelola dunia dann menjaga agama”
Berpikir dialektis-struktural dalam melihat berbagai peristiwa sosial masyarakat
Dalam ayat-ayat tentang Ulul Albab diatas jelas dinyatakan pentingnya berpikir dialketis menyangkut fakta atau persoalan yang terkait dengan hokum-hukum alam yang permanen atau hukum-hukum sosial yang bisa direkayasa oleh manusia sendiri. (Misalnya dialektika sebab akibat, siang malam, tumbuh mati). Cara berpikir dialektis dengan sendirinya akan berporos pada usaha pengembangan struktur sosial yang lebih baik melalui kerangka aksi-refleksi-aksi, dst, konteks-teks-konteks, struktur-kultur-struktur, dst. Sebagai contoh, dalam melihat suatu fakta atau persoalan sosial dalam kerangka pikir dialektis structural, maka pertama akan melakukan aksi, melihat konteks, dan mengupayakan perubahan dengan pendekatan structural. Baru kemudian diperlukan refleksi, melihat kembali khazanah kulutural yang adadan juga mencari rujukan teks yang diperlukan. Setelah itu kembali lagi ke aksi, konteks, dan struktur.
Bersikap kritis-prasporsional menghadapi berbagai perbedaan dan pluralitas pendekatan, sudut pandang, dan ideologiyang berekembang erkembang dimasyara
Salah satu karakter utama dan menonjol kader ulul albab adalah bahwa ia selalu mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang ada ditengah masyarakat. Mampu mengambil pelajaran artinya ia bisa membuat suatu refleksi dan identifikasi/pemetaan masalah dengan mengedepankan cara berpikir kritis-proporsional. Kritis juga berarti berkemampuan untuk menyampaikan pesan secara akurat sehingga ulul albab selalu menjadi corong yang mampu me
Berkembang di
masyarakat.
Bertindak transformatif cultural
Mampu menyampaikan dan menyelesaikan persoalan dengan bahsa kaumnya.
Salah satu karakter utama dan menonjol kader ulul albab adalah bahwa ia selalu mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang ada ditengah masyarakat. Mampu mengambil pelajaran artinya ia biasa membuat suatu refleksi dan identitas/ pemetaan masalah dengan mengedepankan cara berpikir kritis-proporsional. Kritis juga berarti berkemampuan untuk menyampaikan pesan secara akurat sehingga ulul albab selalu menjadi corong yang mampu menyampaikan dan menyelesaikan persoalan dengan bahasa kaumnya.
KEGELISAHAN KADERISASI DI PMII

a. Inventarisasi pemetaan dan pemilahan problem pengkaderan
LATAR BELAKANG KADER
MOTIVASI
HASIL
Ø Santri NU
Ø Gaul, orang bebas
Ø Ikut-ikutan Teman
Ø Ekonomi Menengah Ke bawah
Ø Abangan
Ø Masyarakat pedalaman (desa)
Ø Masyarakat Tradisionalis
Ø Aktualisasi diri,
Ø Aktif di NU,
Ø Tertarik dengan figur,
Ø Ikut teman DAN PACAR
Ø Tertarik dg PMII
Ø Belajar organisasi
Ø Belajar Islam
Ø Pinter
Ø Demo
Ø Banyak pengalaman
Ø Anti kelompok kanan
Ø Kekuasaan/politik/batu loncatan
Ø Mendapatkan sesuatu yang baru
Ø Biasa saja
Ø kurang agresif
Ø Militan
Ø Setengah-Setengah
Ø Tidak aktif lagi di PMII
b. Mengapa hal-hal tersebut di atas terjadi.
* Internal
* Eksternal
c. Anatomi setrategis kaderisasi Kader
`
KETERANGAN
ANATOMI SETRATEGIS KADERISASI
Identitas kultural
1. Problem perbedaan latar belakang calon anggota
2. Citra PMII yang tidak agamis
3. Tawaran belajar paket agama
4. Pendekatan santun
5. Merebut mesjid kampus
6. Etos kerja
7. Agama aplikatif
8. Kebanggaan beragama
Agama
1. Tawaran apa yang ingin dipelajari oleh anggota berbasis kampus umum (Shalat, mengaji, menjadi Khotib dsb)
2. Kegiatan di daerah
3. Cara pandang
a. Kampus Agama : Agama sebagai ilmu
b. Kampus Umum : Ritual, spritual
4. Kepentingan : Teosentris, Antroposentris
5. Perlu fase-fase dalam pembelajaran agama, teologi – antriposentri
6. Perlu mentoring untuk membina mereka
7. Formulasi pengkaderan PMII yang beragam atau latar belakang yang anggota beragam
Aktualisasi diri
1. Ruang Aktualisasi: Wadah, jaringan. Pelatihan dan gerakan
2. Identifikasi minat dan bakat
Akses politik
- PMII jadi batu loncatan atau itu adalah dampak = rawan sehingga ada masalah baru
- Tidak ada modul bagi politisi
- PMII memberi ruang untuk
- Isu strategis: ruang aktualisasi politik bagi kader
- Contoh ruang : partai di kampus-ruang alternatif, BEM - diaspora \
- Politik eksternal : PMII menyiapkan ruang untuk berkompetisi
- Materi : Manajemen konflik/manajemen Forum
- Apa kepentingan PMII? Politik kampus dengan pembelajaran ketrampilan berpolitik.
- Ansos Politik Pribadi Media pembelajaran








Politik eksternal Politik Mahasiswa
(DPRD, Birokrasi) (BEM, Internal)
- Materi : merebut politik kampus
- Wacana politik : materi